Jalinan Perempuan, Alam dan Pangan

Oleh: Winda A.G (Delegasi Puspa Karima untuk Lokovasia 2024)


Eksibisi karya  Sarga Kanitrèn dari Puspa Karima untuk Lokovasia 2024 di UBTV Malang (foto: Panitia Lokovasia 2024) 


Sarga Kanitrèn adalah sebuah karya yang dipersembahkan oleh grup musik perempuan, Puspa Karima, dalam Eksibisi LOKOVASIA 2024 (Lokakarya Konservasi dan Inovasi Musik Tradisi Indonesia) 7 September 2024 di UBTV Malang. Karya ini merepresentasikan perempuan dalam konteks ketahanan pangan melalui ekspresi seni yang sarat dengan makna budaya dan sosial. Dengan fokus pada narasi sejarah dan peran perempuan dalam menjaga kelangsungan pangan, Sarga Kanitrèn tidak hanya menyoroti mereka sebagai pengolah dan penyedia pangan, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam mempertahankan tradisi pangan lokal di tengah tantangan modernitas.


Karya ini menekankan peran perempuan sebagai "penjaga pangan", sebuah peran yang sering terabaikan meskipun esensial dalam kehidupan sehari-hari. Dalam struktur lagu dan musikalnya, Sarga Kanitrèn mengangkat tokoh mitologi perempuan Sunda, Nyi Pohaci.


Dalam naskah Sunda kuno, Nyi Pohaci dikenal sebagai tokoh yang memiliki hubungan erat dengan padi dan pertanian. Nyi Pohaci, atau sering disebut sebagai Nyi Pohaci Sanghiang Asri, adalah personifikasi dari padi dan sering dihormati dalam konteks pertanian di masyarakat Sunda. Nyi Pohaci sering muncul dalam cerita-cerita mitologi Sunda sebagai tokoh yang mengatur keberhasilan panen dan memastikan tanah subur. Dalam beberapa naskah, Nyi Pohaci dihubungkan dengan ritual-ritual pertanian dan upacara untuk menghormati serta memohon berkah dari padi. Ia menjadi pusat dari berbagai ritual dan upacara pertanian di masyarakat Sunda, seperti upacara Seren Taun di wilayah masyarakat adat Banten Kidul yang merupakan perayaan panen tahunan. Nyi Pohaci dihormati sebagai bagian dari ungkapan syukur dan permohonan untuk hasil panen yang baik.


Nyi Pohaci mencerminkan kearifan lokal dan hubungan spiritual antara masyarakat Sunda dan alam. Dia dianggap sebagai bagian penting dari tradisi agraris dan kepercayaan masyarakat yang menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungan. Nyi Pohaci tidak hanya berperan sebagai simbol padi tetapi juga sebagai bagian integral dari ritual dan upacara yang berkaitan dengan pertanian dan kesejahteraan masyarakat Sunda.


Karya Sarga Kanitrèn mengeksplorasi hubungan antara perempuan, alam, dan sumber daya pangan yang berkelanjutan dalam menghadapi krisis lingkungan serta dominasi kapitalisme yang mengancam praktik pertanian tradisional. Karya ini memberikan ruang untuk refleksi tentang bagaimana perempuan menggunakan pengetahuan lokal yang diwariskan turun-temurun untuk mengelola tanah, air, dan hasil bumi secara bijaksana dan ramah lingkungan. Representasi ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan ekofeminisme dalam ketahanan pangan, menempatkan perempuan sebagai aktor utama dalam menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan.



Kritik Budaya Terhadap Hubungan Perempuan dan Pangan


Membahas hubungan perempuan dan pangan melalui perspektif analisis budaya yang mendalam mengungkapkan bahwa peran perempuan dalam produksi, distribusi, dan konsumsi pangan sering kali dipandang dalam konteks yang kompleks dan historis.


Secara tradisional, perempuan telah menjadi pengelola utama pangan dalam banyak budaya. Mereka bertanggung jawab atas penyediaan makanan di rumah tangga, serta berperan dalam pertanian, pengolahan bahan pangan, dan distribusi di pasar lokal. Peran ini esensial untuk keberlanjutan pangan, namun sering terpinggirkan dalam wacana ekonomi dan kebijakan publik yang lebih luas.

Eksibisi karya Sarga Kanitrèn dari Puspa Karima untuk Lokovasia 2024 di UBTV Malang (foto: Panitia Lokovasia 2024) 


Dari perspektif kritis, dominasi kapitalisme dan patriarki membentuk posisi perempuan sebagai pekerja domestik yang tidak diakui secara formal. Sebagian besar pekerjaan perempuan dalam sektor pangan masih berada dalam ekonomi informal, tanpa akses yang memadai terhadap sumber daya, teknologi, atau pelatihan untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi mereka. Meskipun perempuan seringkali menjadi tulang punggung pertanian skala kecil, akses terhadap tanah, kredit, dan pengambilan keputusan sering didominasi oleh laki-laki.


Kritik budaya juga mencermati bagaimana perempuan menjadi simbol nilai-nilai tradisional terkait kesuburan, alam, dan keberlanjutan. Namun, simbolisasi ini sering digunakan untuk melegitimasi eksploitasi tenaga kerja perempuan dalam sektor pangan. Pendekatan ekofeminisme menyoroti bahwa perempuan, terutama di pedesaan, memiliki hubungan lebih erat dengan sumber daya alam. Mereka dianggap sebagai penjaga tradisi lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, yang seringkali lebih berkelanjutan dibandingkan dengan praktik industrialisasi pangan yang merusak lingkungan.


Berikut adalah rangkuman dari hasil analisis laporan tahun 2023 dari berbagai lembaga dan organisasi tingkat dunia, seperti FAO (Food and Agriculture Organization), UN Women, dan WFP (World Food Program) yang relevan dengan pembahasan di atas, Di seluruh dunia, perempuan berkontribusi sekitar 43% dari tenaga kerja pertanian, dengan variasi yang berbeda di setiap kawasan. Di beberapa negara berkembang, persentase ini bisa mencapai lebih dari 50%. Di Afrika, hampir 50% dari tenaga kerja pertanian adalah perempuan, sementara di Asia dan Timur Tengah, perempuan menyumbang sekitar 35-45% tenaga kerja di sektor ini.


Perempuan bertanggung jawab atas 60-80% dari produksi pangan di negara berkembang. Namun, mereka seringkali memiliki akses yang lebih terbatas terhadap sumber daya seperti tanah, modal, dan teknologi dibandingkan dengan laki-laki. Menurut FAO, jika perempuan memiliki akses yang setara dengan laki-laki dalam hal sumber daya pertanian, hasil pertanian bisa meningkat hingga 20-30%, yang dapat menurunkan jumlah orang kelaparan di dunia hingga 150 juta. Di banyak negara, perempuan bertanggung jawab atas 85-90% keputusan yang terkait dengan penyediaan dan distribusi makanan di rumah tangga. Ini mencakup pemilihan bahan makanan, pengelolaan pangan, dan memasak. Namun, perempuan dan anak perempuan lebih rentan mengalami kekurangan gizi. Di banyak negara, 60% dari penderita kekurangan gizi adalah perempuan. Di banyak program bantuan pangan global, perempuan menjadi penerima manfaat utama. Program World Food Programme (WFP) menyebutkan bahwa lebih dari 70% bantuan yang disalurkan ditargetkan untuk perempuan dan anak-anak sebagai upaya meningkatkan kesehatan dan pendidikan. Perempuan hanya menguasai sekitar 10-20% dari tanah pertanian secara global, meskipun mereka merupakan mayoritas pekerja di sektor ini. Di banyak negara berkembang, perempuan memiliki akses yang lebih sedikit terhadap layanan keuangan, pelatihan, dan teknologi yang penting untuk meningkatkan produksi dan ketahanan pangan.


Melihat data di atas, jika dibaca dengan kacamata ekofeminisme, hubungan antara perempuan dan pangan mencerminkan keterhubungan antara kesetaraan gender dan keadilan lingkungan. Ekofeminisme menekankan bahwa perempuan, yang sering kali memiliki peran utama dalam produksi pangan dan pengelolaan sumber daya alam, sering terkena dampak dari eksploitasi patriarki dan kerusakan lingkungan. Kesetaraan akses terhadap sumber daya pertanian dan pengakuan terhadap pengetahuan serta kontribusi perempuan dianggap krusial untuk menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan dan adil. Ekofeminisme mendorong kebijakan yang mengintegrasikan perspektif gender dan lingkungan, memperbaiki kondisi kerja perempuan, dan mendukung praktik pertanian yang ramah lingkungan.


Dengan demikian, kritik budaya terhadap hubungan perempuan dan pangan tidak hanya mencakup dimensi ekonomi dan ekologi, tetapi juga politik identitas. Gerakan perempuan dalam pangan sering berkaitan dengan tuntutan akan kedaulatan pangan dan keadilan gender, di mana perempuan mendesak diakuinya hak mereka untuk menentukan kebijakan pangan yang adil, setara, dan berkelanjutan.


Secara keseluruhan, Sarga Kanitrèn yang ditampilkan oleh grup musik perempuan - Puspa Karima, merupakan sebuah kritik yang mempertegas bahwa perempuan memainkan peran sentral tidak hanya dalam kelangsungan hidup sesama, tetapi juga dalam hubungan dengan ketahanan pangan sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dari proses sosial, budaya, dan politik yang harus terus dipertahankan dan diperjuangkan.


Editor: dpebriansyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar